Rabu, 27 November 2013

tarian toraja pa'gellu

 tarian toraja pa'gellu
Tarian ini dilakukan oleh gadis-gadis cantik memakai baju hitam atau gelap dan, tentu saja, ornamen khas Toraja seperti kandaure tersebut. Pangngan Ma 'adalah menari saat penerimaan tamu-tamu terhormat yang menyambut dengan kata-kata berikut :

Tanda mo Pangngan mali'ki
Kisorong sorong mati '
Solonna pengkaboro'ki '
Rittingayona mala'bi'ta '
Inde'mo Sorongan sepu '
Rande pela'i toda
Mala'bi tanda Kiala '
Ki po Rannu matoto '

Kata-kata dan penawaran sirih menunjukkan nilai ditempatkan pada kunjungan dan menegaskan bahwa para tamu telah diterima dan sekarang dianggap sebagai bagian dari masyarakat Toraja. Penawaran ini secara simbolis diungkapkan oleh masing-masing penari memegang sirih (pangngan) yang, dalam perjalanan tarian, ditempatkan dalam kantong di depan mereka. Kantong tersebut dikenakan oleh wanita lansia kebanyakan di desa-desa dan mengandung bahan untuk sirih mengunyah sirih pinang campuran, sebuah narkotika ringan yang noda gigi dan bibir yang jingga-merah. Ia menyerupai tembakau kunyah dan itulah mungkin alasan mengapa nama diterjemahkan tari adalah Tari Tembakau.


Rabu, 20 November 2013

Gambar Perahu Makassar Ditemukan Dalam Gua Aborigin Pertanda Orang Makassar Lebih Dulu Kontak dengan Aborigin


Gambar perahu phinisi khas Makassar dalam lukisan cadas di Australia menunjukkan interaksi Suku Abvorigin dengan pelayar Bugis atau Makassar sudah lama berlangsung. Hal ini juga menunjukan kebesaran peradaban makassar pada masa lampau yang mungkin melebih kejayaan kerajaan Majaphit yang peninggalannya tidak dapat ditemukan diluar wilayahnya.

Suku Aborigin yang merupakan penduduk asli benua Australia mungkin sudah melakukan interaksi begitu lama dengan para pelayar Bugis atau Makasan dari Makassar. Hal tersebut dapat dilihat dari lukisan cadas yang baru-baru ini ditemukan di Australia utara.

Lukisan tersebut bisa jadi mengubah sejarah nasional Australia yang banyak menjadi referensi selama ini yang cenderung mengagungkan kulit putih. Suku Aborigin umumnya diyakini terisolasi dengan kebudayaan luar sebelum pendatang kulit putih mendiami benua tersebut. Namun, penduduk asli di utara ternyata telah berhubungan dengan orang Makassar. Mungkin ratusan tahun lebih dulu daripada orang-orang Eropa yang datang ke sana tahun 1700-an.

Orang-orang Avorigin bahkan kemungkinan pernah berlayar ke Makassar untuk melihat kebesaran kerajaan Makasar yang ada pada waktu itu. Ini dapat dilihat dari lukisan monyet di atas pohon yang hanya dapat dilihat di Pulau Sulawesi. Gambar rumah-rumah adat Makassar dan perahu phinisi juga tampak di antara ribuan lukisan cadas yang dinding gua dan batuan yang tersebar di kawasan adat Aborigin, Arnhem Land. Lukisan lain menggambarkan tentara-tentara perang dunia II, satwa yang kini telah punah, termasuk barang-barang modern seperti sepeda, pesawat, dan mobil. Lukisan-lukisan tersebut berusia antara 15.000 tahun hingga 50 tahun.

“Satu kawasan yang sebelumnya belum pernah didokumentasikan ini merupakan situs lukisan paling besar di Australia,” ujar Paul Tacon, profesor antropologi dari Universitas Griffith, Queensland, Australia. Situs yang disebut Djulirri itu dilaporkan pertama kali tahun 1970-an oleh pakar batuan George Chaloupka namun belum pernah diteliti. Tacon baru melakukan ekspedisi ke sana pada Agustus 2008 bersama tetua Suku Aborigin, Ronald Lamilami.

Suku Aborigin kental dengan budaya lisan. Namun, mereka suka menggambar di batuan cadas sebagai gambaran kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dilakukan turun-temurun dan tekniknya terus berubah dari generasi ke generasi. Pada

Tari Pakarena

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Tari Pakarena
Tari Pakarena di pulau Selayar pada masa Hindia Belanda

Tari Pakarena adalah tarian tradisional dari Sulawesi Selatan yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik)[1]. Selain tari pakarena yang selama ini dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu (alm) di kabupaten Gowa, juga ada jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu “Tari Pakarena Gantarang”. Disebut sebagai Tari Pakarena Gantarang karena tarian ini berasal dari sebuah perkampungan yang merupakan pusat kerajaan di Pulau Selayar pada masa lalu yaitu Gantarang Lalang Bata. Tarian yang dimainkan oleh empat orang penari perempuan ini pertama kali ditampilkan pada abad ke 17 tepatnya tahun 1903 saat Pangali Patta Raja dinobatkan sebagai Raja di Gantarang Lalang Bata[2].

Tidak ada data yang menyebutkan sejak kapan tarian ini ada dan siapa yang menciptakan Tari Pakarena Gantarang ini namun masyarakat meyakini bahwa Tari Pakarena Gantarang berkaitan dengan kemunculan Tumanurung. Tumanurung merupakan bidadari yang turun dari langit untuk untuk memberikan petunjuk kepada manusia di bumi. Petunjuk yang diberikan tersebut berupa symbol – simbol berupa gerakan kemudian di kenal sebagai Tari Pakarena Gantarang. Hal ini hampir senada dengan apa yang dituturkan oleh salah seorang pemain Tari Pakarena Makassar Munasih Nadjamuddin. Wanita yang sering disama Mama Muna ini mengatakan bahwa Tari Pakarena berawal dari kisah perpisahan penghuni botting langi (Negeri Kayangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dahulu. Sebelum berpisah, botting langi mengajarkan kepada penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual ketika penduduk di bumi menyampaikan rasa syukur pada penghuni langit.

Tak mengherankan jika gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam. Tari Pakarena Gantarang diiringi alat music berupa gendang, kannong-kannong, gong, kancing dan pui-pui. Sedangkan kostum dari penarinya adalah, baju pahang (tenunan tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-perhiasan khas Kabupaten Selayar. Tahun 2007, Tari Pakarena Gantarang mewakili Sulawesi Selatan dan Indonesia pada Acara Jembatan Budaya 2007 Indonesia–Malaysia di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC).

Kamis, 14 November 2013

Budaya Khas Makassar

Objek Wisata & Tempat Tempat menarik Di Kota Makassar.

Kota makasar atau sering dikenal dengan sebutan Ujung Pandang merupakan ibu kota dari provinsi Sulawesi Selatan. Di kota ini ada suku Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar. Makanan khas Makassar adalah Coto Makassar, Roti Maros, Kue Tori', Palabutung, Pisang Ijo, Sop Saudara, dan Sop Konro. Keanekaragaman budaya, makanan khas dan keindahan alamnya seperti pantai losari, benteng rotterdam dan lain-lain menjadikan Makassar menjadi salah satu tempat tujuan wisata di Indonesia yang harus anda kunjungi.

Berikut ini adalah daftar beberapa tempat menarik yang mungkin bisa anda kunjungi :


Benteng Rotterdam.

benteng rotterdam

Benteng rotterdam yang juga dikenal dengan nama benteng Ujung Pandang adalah peninggalan sejarah kejayaan dan keperkasaan kerajaan Gowa pada abad ke 17. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh raja Gowa ke IX. Beliau dikenal dengan nama I Margau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, yang dikenal dengan nama Karaeng Turipalangga Ulaweng. Kini bangunan yang ada di dalam benteng rotterdam dimanfaatkan oleh suaka peninggalan sejarah dan purbakala, pusat kebudayaan dan musium lagaligo. Terletak di jantung kota Makassar, ke arah pantai Losari. Untuk menuju ke lokasi bisa ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan. Di sekitar lokasi tersedia area parkir yang luas, hotel berbintang, restoran, kaffee, travel, toko souvenir, pusat perbelanjaan, wartel, bank dan objek wisata.

Islamic Center.

islamic center makassar

Al-Markas Al-Islami didirikan pada tanggal 8 Mei 1984 atas prakarsa Jendral M Yusuf sebagai pusat pengembangan agama Islam . Tempat ini didesain sedemikian rupa sehingga dapat mencerminkan pengintegrasian nilai-nilai Islam diwarnai dengan kebudayaan lokal dan modern. Terletak di Jalan Mesjid Raya, sekitar 2 Km dari pusat kota Makasar, dengan luas sekitar 10 Hektar. Di tempat ini terdapat fasilitas ruang shallat, sekolah, perpustakaan, ruang serba guna, wartel dan tempat parkir.


Monumen Mandala.

monumen mandala makassar

Monumen ini dibangun untuk memperingati dan menjadikan pedoman nilai-nilai kepahlawanan bangsa Indonesia dalam usaha membebaskan Irian Barat dari tangan kolonial pada tahun 1963. Terletak di tengah kota Makasar tepatnya di Jalan Jendral Sudirman. Monumen ini dilengkapi dengan gedung serbaguna, panggung pertunjukan sebagai pusat hiburan kebudayaan Indonesia bagian timur, tempat parkir juga di sekitarnya terdapat hotel berbintang dan fasilitas penunjang wisata lainya.


Kuburan Tua Raja-Raja Tallo.

kuburan raja tallo

Makam ini dibangun sejak abad ke 18 dengan konstruksi bangunan yang mirip sebuah Candi. Pada bagian dinding makam dihiasi beberapa ayat-ayat Al-Quran dengan tulisan kaligrafi yang indah. Terletak di Jl. Sultan Abdullah kecamatan Tallo, sekitar 7 Km arah utara pusat kota Makassar.


Makam Pangeran Diponegoro.

makam pangeran diponegoro

Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta, yang lahir pada tanggal 1 Nopember 1785. Beliau aktif berjuang melawan penjajah di pulau Jawa tahun 1825-1830. Perang bermula dari penolakanya terhadap kebijaksanaan kolonial Belanda yang mengikat pajak dan pola aturan kepemilikan tanah yang tidak adil. Pada tahun 1845 beliau ditangkap dan dipenjarakan di benteng Rotterdam Makassar, kemudian diasingkan ke Manado, setelah beberapa saat di Manado beliau dikembalikan lagi ke Makassar dan wafat tanggal 8 Januari 1855 di Makassar. Terletak di Jl. Diponegoro No.55 kelurahan Melayu Kec. Wajo. Dapat dijangkau dengan berbagai macam kendaraan, dekat dengan pusat perbelanjaan.


Pelabuhan Paotere.

pelabuhan paotere

Poetere (pelabuhan tradisional) merupakan tempat persinggahan kapal layar masyarakat Sulawesi yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Terdapat berbagai macam kapal layar dalam gaya dan bentuknya. Terletak di utara kota Makasar, tersedia tempat parkir, rumah makan tradisional.


Benteng Somba Opu.

benteng somba opu

Benteng Somba Ompu dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Tumaparisi Kallona pada abad ke XVI (1550 – 1650) yang merupakan pusat kerajaan gowa dan salah satu kota Bandar terbesar di asia tenggara pada masanya. Benteng Somba Opu merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan perkasa masa lalu di Sulawesi Selatan, sekarang kawasan ini dijadikan pusat budaya miniatur Sulawesi Selatan dan telah dibangun berbagai rumah adat tradisional dari semua suku / etnis yang ada di Sulawesi Selatan dimana setiap rumah dapat menggambarkan budaya masing-masing. Terletak di sebelah selatan kota Makassar, sekitar 7 Km dari pusat kota Makassar


Makam Syech Yusuf.

makam syekh yusuf

Syech Yusuf adalah salah seorang pejuang Muslim yang terkenal khususnya di Sulawesi. Beliau dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai Tuanta Salmaka, makamnya dikenal dengan nama Kobbang, beliau dikenal sebagai ulama dan pejuang yang aktif menyiarkan ajaran agam Islam dibeberapa negara. Anehnya makam beliau ditemukan di Afrika selatan, Srilanka, Banten dan Gowa. Makam beliau hampir setiap hari dikunjungi masyarakat untuk berziarah. Terletak di Jl. Syech Yusuf, perbatasan kota Makassar dan kabupaten Gowa.


Museum Balla Lompoa.

Museum Balla Lompoa.

Merupakan salah satu bentuk istana rekonstruksi kerajaan Gowa, dalam susunan kayu yang dibangun tahun 1936 dan telah direstorasi pada tahun 1978-1980. Museum ini memiliki ruang utama yang berisi benda pusaka kerajaan Gowa seperti : manuskrip, instrumen musik, pakaian adat, keris, pedang, mahkota emas dan berbagai koleksi alat-alat upacara adat kerajaan. Terletak di Jl. KH Hasyim di pusat kab. Gowa. Terdapat area parkir, rumah adat tamalate, cukup mudah dijangkau dan terdapat pusat perbelanjaan.


Mesjid Tua Katangka

Mesjid Tua Katangka

Dibangun pada tahun 1603 yaitu pada masa pemerintahan raja Gowa ke XIV Sultan Alauddin dan dipugar pada tahun 1978 juga merupakan mesjid tertua di Kab. Gowa dan Prop. Sulsel. Di sekitar mesjid terdapat juga makam raja-raja yang sempat berkuasa di beberapa daerah seperti Luwu, Bone dan Kab. Gowa. Terletak di Jl. Syech Yusuf desa Ketangka, Kec. Somba Opu. Tempat ini juga relatif mudah dijangkau dengan berbagai jenis kendaraan.


Perkebunan Buah Markisa.

Perkebunan Buah Markisa.

Buah markisa yang dihasilkan diolah menjadi minuman segar yang bermutu tinggi dan mempunyai rasa khas yang berbeda dengan markisa dari daerah lain. Perkebunan markisa memiliki pemandangan yang indah serta udara yang sejuk, pengunjung dapat mencicipi buah markisa sebelum diolah. Terletak di desa Kanre Apia, sekitar 9 Km dari kota Malino. Di lokasi ini juga terdapat tempat peristirahatan / Villa.


Hutan Wisata Malino.

Hutan Wisata Malino.

Tempat istirahat dan rekreasi yang bersuhu cukup dingin sebab berada di ketinggian, selain sejuk udaranya tempat ini juga banyak menghasilkan buah dan sayur-sayuran yang tumbuh di sekitar lereng kota Malino, salah satu gunung yang dapat menjadi objek wisata adalah gunung Bawakaraeng yang dianggap suci bagi sebagian orang. Hutan wisata ini merupakan salah satu objek untuk bersantai dan menghirup udara segar di bawah kerindangan pohon pinus dan panorama alam, tempat ini juga sering dijadikan area perkemahan oleh wisatawan remaja. Terletak sekitar 75 Km dari kota Sungguminasa, tempat ini telah dilengkapi dengan sarana permainan dan tempat parkir yang memadai.


Wisata Pantai Tope Jawa.

Wisata Pantai Tope Jawa.

Keindahan alam serta hamparan laut di lokasi pemandian telah mengundang banyak pengunjung. Berlokasi di pemandian alam Langkia desa Tope Jawa atau sekitar 14 Km dari kota Takalar. Tempat ini dilengkapi fasilitas parkir, baruga, balai-balai, pelelangan ikan dan tempat berjemur bagi wisatawan.


Pantai Punaga.

Pantai Punaga.

Merupakan salah satu objek wisata bahari yang menawarkan keindahan alam pantai tropis dengan pasir putih. Terletak di desa Punaga, kecamatan Mangarabombang. Di lokasi ini juga terletak villa – villa yang dapat anda sewa di sekitar pantai.



Kawasan Loka Camp & Outbound.

Kawasan Loka Camp & Outbound.

Jalan menuju ke lokasi ini penuh kelokan dan mendaki, di sepanjang jalan pengunjung dapat menyaksikan tanaman holtikultura, sayuran yang ditanam di lereng – lereng bukit sehingga menyuguhkan pemandangan yang indah. Kawasan ini berada di ketinggian sehingga berudara sejuk. Terletak di desa Bonto Marannu. Kecamatan Uluera sekitar 24 Km dari kota Bantaeng.
Sumber:

MAKASSAR CITY HISTORY

Makassar city during HMDg.Patompo (1965-1978) served as Mayor of Makassar, which is dated 1 September 1971 changed its name to the city of Ujung Pandang after allowing for the expansion of the city of 21 km ² to 175.77 km ². But then, on October 13, 1999 changed its name back to Makassar.

Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Makassar, Indonesia.
Ujung Pandang fortress (Fort Rotterdam), Makassar, Indonesia.
Makassar city is often called Daeng Town or City Anging Mamiri. Daeng is one in a strata title or community level or in Makassar in South Sulawesi in general, Daeng can also be interpreted as "brother". There are three classifications of "Daeng", namely: the name of the title, honor calls, and general call. 're Anging Mamiri means "wind blows" is one of the original songs are very popular area of Makassar in the 1960s. The song was well-liked by the President of the Republic of Indonesia, Ir.Soekarno during his visit to Makassar on January 5, 1962.

Makassar is geographically located at coordinates between 119 º 18 '27.79 "- 119 º 32' 31.03" East Longitude and between 5 ° 3 '30.81 "- 5 º 14' 6:49 'south latitude, or are in the southwestern part of island Sulawesi with altitude ranging between 0-25 m. Because it is on the equator and is located on the coast of Makassar Strait, the air temperature ranges from 20 º C - 36 º C, rainfall between 2000-3000 mm, and the number of rainy days on average 108 days per year. Climate in the city of Makassar only knew two seasons as the rest of Indonesia, which is the rainy season and dry season. The rainy season lasts from October to April which affected western monsoon - in Makassar language called bara '-, and the dry season lasts from May to September monsoon-influenced east - in Makassar language called timoro -. In the dry season, South Sulawesi in general often appear dry winds and cold blowing from the east, called barubu wind (foehn).

With the expansion of the city of Makassar is 175.77 km2, then its borders changed, as follows:

  • Northern borders Pangkajene and Islands District (Pangkep), and Maros.
  • East with Maros and Gowa.
  • South side and bordered by Gowa Takalar.
  • Bordering the west side of the Makassar Strait.

In his presence, Makassar has its own historical experience that is closely associated with the history of South Sulawesi and Indonesia in general as part of an attachment both in geology, climate, fauna, flora, and the whole population is GOD Almighty's creation, as well as the level of engagement in the life society, culture and system of government. As is known, South Sulawesi consists of four clumps tribes, namely: Makassar, Bugis, Mandar, and Toraja.

According to the research of historians, in prehistoric times, human development in South Sulawesi has been showing at the level perundagian life (age carpentry) with the discovery of the relics of the past based tooling discoveries made by some prehistoric experts, among others, are:
  1. Fritz and Paul Sarasin Sarasin Swiss nation's two brothers, in 1920 found Toala tribal culture (Pannei) in Maros and Pangkajene and Islands. By Van Stein Callenfels establish cultural life Toala 300-500 BC
  2. HRvan Heekeren, conduct research in South Sulawesi. In Cabbenge (Soppeng) discovered the first animal fossils and the tools and ax flakes perimbas derived from Late Pliocene epoch. In the near Citta Soppeng Codong Leang, in 1937 found 2,700 pieces of gear are estimated to represent 2,657 people who come from the Holosin. HRvan Heekeren continue research in the Maros regency in Goa Saripa, found many arrowheads called Lancipan Maros.
  3. Van Stein Callenfels Bantaeng excavations in the area and Batu Caves Ejaya, found among other Dutch coins, pottery, and square pickaxe. In addition, we found a bronze bracelet, by Van Stein Callenfels set age layer 300 BC
  4. The findings of the post-Pleistocene time in caves, among others, Leang Karassa (Goa Hantu) found human skeletal flakes and tool blades (knife or awl made of stone tools used for hunting and household utensils) which is an element of culture Parts Toala, at Leang JariE and PataE, Maros discovered painting hand stamp and pigs.

Arca Buddha dari mazhab seni Amaravati ditemukan di Mamuju
Buddha statues from the art school of Amaravati
found in Mamuju
Moreover, in Sikendeng, Sampaga, Mamuju found Buddha statues made ​​of bronze art comes from the school of Amaravati, South India that developed in the 2nd century to the 5th century AD that shows the relationship as well as the influence of India's oldest culture in South Sulawesi in Indonesia or . In Makassar (Ujung Pandang) found a very large ax, length 70.5 cm is made of bronze with a decorative vessel that can be filled like water, called "The ax Makassar" and also found pottery, earthenware (cooking utensils made of clay) from excavations. This pottery comes from Kalumpang in Karama River, which spread to Mamuju Maros, Makassar, Takalar, and Bantaeng. In retrospect style of pottery, the development period covering the planting and perundagian.

In 1960-1966, the population digging in some places in South Sulawesi as Regional Pinrang, Polewali, Gowa, and several other areas, with a depth of 0.50 m to 2.00 m, found household appliances (plates, bowls, jars, stale, cups, etc.) that has artistic value, cultural, and economical high, which generally comes from China and Siam. The results of these excavations indicate a trade and cultural relations between the people of South Sulawesi with the Chinese nation.

In Lompo Barrang Island, Makassar, there is a grave headstone of Islam that resembles menhirs (upright stone as a memorial stone worship ancestral spirits) as high as 1.50 m which is the megalithic tradition after tradition of planting.

Entered a period of history, namely the presence of a few notes about South Sulawesi, among others, performed by Tome 'Pires (1513), Pinto (1544), Antonio Galvao, Willem Lodewycksz (1596). Tome 'Pires is an expert on medicines from Lisbon, Portugal, after the Portuguese conquered Malacca on August 24, 1511, to travel to several regions in Indonesia in 1513-1515, among others, recorded his travels in South Sulawesi in Suma Oriental serving on the Makassar, then by Armando Costesao write in English and published in 1944. The next clue is "writing lontara" both made ​​by Daeng Pammate during King Gowa Tumpa'risi Kallonna (1510-1546), as well as other lontara authors noted several important events that occurred in the Kingdom of Gowa and Tallo kingdom.

Aksara Bugis - Makassar (naskah kuno) yang tertulis  diatas daun lontar (Borassus flabellifer).
Literacy Bugis - Makassar (codex) are written
on palm leaves (Borassus flabellifer).
With the fall of Malacca town which is a port city and commercial center into the hands of the Portuguese, a change in the flow of traders from Malacca City to some of the cities in the archipelago, inter alia, Pidie, Jambi, Palembang, Jakarta, Sunda Kelapa, Tuban, Gresik, Makassar, and Banda, making the cities visited by merchants.

At the time Islam began to enter the Kingdom of Gowa and Tallo in 1605, Makassar is the capital of the Kingdom of Gowa become a bustling city with the arrival of traders from various parts including the Portuguese, British, and was followed later by the Dutch who had mastered the Kingdom Gowa Makassar after the fall of the fort in 1667 and Somba Opu in 1669, which then form a system of colonial rule to the Dutch East Indies government system based Regeerings-Reglement 1815 by the central government in the Fort Ujung Pandang (Fort Rotterdam).

Netherlands which has controlled most of South Sulawesi since the fall of Fort Ujung Pandang and Somba Opu, got hold of a good fight and the kings of the people in South Sulawesi and never give up until the outbreak of the Pacific War at the end of 1941.

Entering 1942 in Makassar Dutch government system changes to the system of government that is run by the Japanese Army occupied the whole region after Indonesia. But the government is run by the Japanese army only runs for 3 ½ years since due to the formation of the Republic of Indonesia by Proclamation dated August 17, 1945.

After independence was achieved by the Indonesian people, the people have not been able to enjoy the fruits of the struggle that has been fought for hundreds of years. Dutch regained control of most of Indonesia with countries forming the union (federal). Makassar used as the basis for forming the Eastern Indonesia State until the State of East Indonesia dissolved itself after the reformation of the Republic of Indonesia on August 17, 1950.

Unitary Republic of Indonesia several times to change the system of government, including the shape and composition of regional governments. Changes in the shape and composition of regional governance can be seen with the few changes in the regulations on Local Government either set by law or presidential determination, namely:
  1. Law No. 22 of 1948 dated July 10, 1948 on Regional Government, came into force on March 13, 1950 by Government Regulation No. 1 of 1950.
  2. Law No. 1 of 1957 dated January 17, 1957 on the Principles of Regional Government (State Gazette No. 6 of 1957);
  3. Emergency Law No. 6 of 1957 dated January 30, 1957 on Changing the Law No. 1 of 1957 on the Principles of Regional Government (State Gazette of 1957 No. 9);
  4. Indonesian Presidential Determination No. 6 of 1959 (enhanced) November 7th, 1959 on Local Government (State Gazette No. 129 of 1959);
  5. Determination of the President of the Republic of Indonesia No. 5 of 1960 (enhanced) dated 10 February 1961 on the Legislative Council Secretariat and Regional Mutual Aid. (State Gazette of 1961 No. 6, Supplement to Statute Book No. 2145);
  6. Law No. 18 Year 1965 dated 1 September 1965, on the Principles of Regional Government (State Gazette No. 83 of 1965);
  7. Law No. 5 of 1974 dated July 23, 1974 on the Principles of Regional Governance, (State Gazette of the Republic of Indonesia No. 1974. 38, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3037).

In accordance with the content and purpose of Act No. 5 of 1974 on the Principles of Governance in the Region, the regional government continues to be refined and directed the implementation of a real autonomy and responsibility based on the principle of decentralization, deconcentration, and tasks (medebewind).

Law No. 5 of 1974 which emphasize autonomy in Region Level-II has not been fully implemented, can only be valid for 25 years, there were more changes after the political reform in 1998 that gave birth to the new local government system, ie the release of Law No. 22 of 1999 dated May 19, 1999 on Regional Administration, (Statute Book of 1999 No. 72, Supplement to Statute Book No. 3851). In this law, the authority granting autonomy to set the Regency and City based on the principle of decentralization only in the form of autonomy, real and responsible. Authority of regional autonomy is the freedom to organize all areas of government except for authority in the field of foreign policy, defense, security, justice, monetary, fiscal, and religion. Implementation of Law No. 22 of 1999 in the city of Makassar became effective on January 1, 2001, which previously, namely on December 30, 2000 marked the whole apple in Makassar City Government employees Karebosi Field.

Seeing the growth and development of the City government since the founding of the Kingdom of Gowa Makassar to implementation of regional autonomy with emphasis on Regional Level II and resumed granting the broadest possible autonomy, then history is organized under the title "The History and Development of the Government of Makassar" with half- round as follows:
  1. Gowa Kingdom period (1300 - 1815);
  2. Dutch period (1815 - 1942);
  3. The Japanese Occupation (1942 - 1945);
  4. After the proclamation of the Republic of Indonesia (August 17, 1945);
  5. Makassar City expansion.

Bentuk Rumah dan Perkampungan Bugis-Makassar